Dia... Lelakiku
Never mind, you're here anyway. Have some of my cookies, dear?

Minggu, 07 Februari 2010

Act #23




Sampai di mana, tadi? Oh, tentang perpisahan. Sebentar, ijinkan aku menarik napas sejenak.

Ijinkan aku merangkumkan kembali potongan-potongan itu. Tomi meninggalkanku tak lama ia pindah ke Jakarta. Mungkin hubungan jarak jauh terlalu berat bagi kami, yang sama-sama picik dan tidak dewasa. Mungkin ia memiliki seorang kekasih yang baru. Entah. Mungkin pula aku yang tak pantas untuknya. Mungkin pula aku bukan kekasih yang benar-benar ia inginkan. Aku tak tahu. 

Memang, berbulan-bulan lamanya aku menutup diri. Bagiku, hanya ada kuliahku. Hanya ada aku. Pekerjaanku..

Barangkali itu yang lebih mudah. Karena dengan begitu, aku tak perlu memikirkan dia, tak perlu berharap dia akan kembali untukku. Tak perlu memikirkan sejuta alasan yang membuatnya meninggalkanku...

*

Lalu, malam itu, di tengah laporan dan tugas yang masih harus kukerjakan, ponselku berdering. Kulirik nama itu di layar. Aku bergeming.

Hatiku berdebar. Kencang. Tak tahu mesti bagaimana.
Teringat kembali benteng yang kubangun dengan susah payah. Benteng yang membatasi dunia kekinianku dengan masa laluku. Sekarang benteng itu terasa rapuh. Setiap saat bisa runtuh.

Adegan-adegan itu kembali berputar..

Kuraih ponselku. Masih tak tahu harus bagaimana.
Lalu, dering itu terputus dengan sendirinya. Aku menghela napas.

Kuletakkan kembali ponsel itu.
Dan kembali, dering itu terdengar. Nyaring.
Kali ini, kupencet tombol hijau.

Aku membisu, sekian detik, sebelum bersuara, terbata-bata.. "Halo?"
Suaraku pasti terdengar berat.

"Hei," suara itu menyapa. Rasanya seperti air sejuk yang mendadak disiramkan ke kepalamu. Dingin. Menghentak. Dan menyadarkanmu, sekali lagi, semua ini bukan mimpi. Lelaki itu memang pernah hadir dalam hidupku. Lelaki itu pernah menjadi lelakiku...

Aku menghela napas. Lagi.

"Apa kabar?"
"Baik." Haruskah aku terdengar tak baik di telingamu? "Kamu?"
Dia tertawa. Dan aku merasa melihat senyumnya lagi.
"Aku baik, Rei. Sibuk apa sekarang?"
"Paling ngerjain tugas. Dan kerja."
"Bukan itu maksudku."
"Lalu apa dong? Ya kerjaan gue cuman gito-gito aja."

Dia tertawa. Jantungku berdebar lagi. Tembok pertahananku runtuh sudah. Ternyata aku masih merindukannya. Menginginkannya. Mencintainya. Sekaligus membencinya. Merutukinya.. Hatiku mencelos. Ternyata masih begitu banyak emosi yang bisa ia hadirkan untukku, hanya dengan suaranya, tawanya, dan perhatiannya.

Aku mengerti sekali arah pembicaraannya.
Aku menarik napas.

"Aku masih jomblo, koq." Kenapa kamu ingin tahu?
"Eh? Kenapa?"
Karena aku masih belum bisa melupakanmu. Karena aku masih mengharapkanmu meralat semua ucapanmu. Masih perlukah kau bertanya?

"Tak ada waktu." Klise. Tapi aku tak perlu alasan yang lebih baik untuk meyakinkannya.
"Oh.."
"Kamu sendiri?"
"Hehe.. jadi mau curhat neh.."
"Apa?"
"Kemaren kenalan dengan satu cowok.."

Dan duniaku mendadak terasa hilang.. Gagu. Kelu. Dan terasa nyeri.

*

Dua jam aku mendengarkan dia curhat. Tentang seorang lelaki yang tengah dikejarnya. Tentang bagaimana lelaki itu mempermainkannya. Tentang bagaimana ia merasa begitu konyol dan bodoh. Tentang bagaimana ia tak bisa juga melepaskan dirinya dari lelaki itu. Tentang lelaki itu, yang akhirnya menjadi kekasih sahabatnya sendiri..

Aku menggigit bibirku. Aku tak tahu apa yang kurasakan saat ini. Ada begitu banyak yang berkecamuk di hati. Bergejolak, menelan semua logika dan akal sehat. Menerjang dan meluluhlantakkan pertahananku selama ini.
 
Kupeluk kedua lututku. Erat-erat. Kamar kecilku terasa sepi. Malam terasa menggigil. Rasa sesak yang familiar itu kembali menyeruak.

Apa yang telah kuperbuat? Apa yang telah kulakukan?
Mengapa aku masih juga mencintainya? Mengapa aku masih juga mengharapkannya?
Tak semenit berlalu dari percakapan di ponsel itu, yang kuhabiskan tanpa berharap ia akan meminta maaf padaku lagi, dan memintaku kembali padanya.
Tak sedetikpun berlalu ketika aku mendengar suaranya lagi, ada nyeri di ulu dadaku.

Apa yang telah terjadi..? mengapa mencintainya mesti berakhir seperti ini..?
posted by Reis's at 05.22

0 Comments:

Posting Komentar

<< Home