Dia... Lelakiku
Never mind, you're here anyway. Have some of my cookies, dear?

Rabu, 04 Februari 2009

Act #8




Sementara itu, di bumi Jakarta.....

"Apa-apaan ini? Laporan keuangan dari mana ini? Ini transaksi apa? Kapan saya pernah memberi otorisasi untuk ini? Kredit ini? Angka-angka ini fiktif ya?!"

Seluruh karyawan diam saja mendengar mencak-mencak dan bentakan sang bos. Bos yang biasanya selalu baik hati dan sabar. Tak jarang keluar pujian. Paling sadis juga biasanya hanya kritikan. Tapi tak pernah pedas. Tak pernah membonuskan bentakan 3 oktaf.

Mereka hanya bisa diam menunduk. Mencoba mereka-reka dalam hati, apa penyebab emosi Bos. Mencoba menguraikan paradoks di depan mata; habis liburan ke Bali bukannya harusnya malah jadi segar? Lha, ini koq jadi tambah penat? Ada apa di Bali?

Lalu, sang asisten yang baik hati segera membubarkan mereka, dengan catatan revisi ulang semua laporan keuangan.
Dan setelah gerombolan manusia dan angka-angka itu berlalu dari ruangan kecil itu, keheningan langsung melanda. Memberikan padanya lagi nelangsa yang dari tadi dicicipinya. Yang sedari tadi ingin dihayatinya. Tapi gejolak di hati Heri masih belum reda-reda juga.

Kenapa bisa-bisanya aku seperti anak SMA yang jatuh cinta begini? Kenapa bisa-bisanya pula aku seperti kehilangan akal sehat? Mungkin aku sudah betulan gila. Kewarasanku mungkin sudah diambil sama dia. Piuh.. dan aku... menulis puisi pula! Gila! Sungguh gila!

Seperti matahari yang kehilangan sinarnya,
seperti itu jugalah aku,
gelap, dan terlupakan
tatkala aku kehilangan cintamu..

posted by Reis's at 22.30

0 Comments:

Posting Komentar

<< Home