Dia... Lelakiku
Never mind, you're here anyway. Have some of my cookies, dear?

Rabu, 04 Februari 2009

ACT #4


Hujan turun. Langit menangis, dan laut diam mendengarkan curahannya.
Rinainya kian menderas. Berderai. Meluap. Mencuci jalanan dan langit, atap dan gedung. Membawa semua kesah bermuara ke laut.

Tapi tidak mencuci pergi sedihku. Tidak membawa kepahitan dari sudut mataku. Pipiku basah. Bukan karena air mata, tetapi karena air hujan. Aku ingin menangis, menumpahkan semua gundahku, seperti ketika aku yang masih tiga tahun menangis sesunggukan di pangkuan Mama. Tapi tak ada air mata yang keluar. Hanya hati yang pilu. Jantung yang ngilu. Dada yang sesak.

Dan nisan kecil di depanku seperti menyeret semua semangatku, senyumku, dan segalanya.

Mama....

Ada gelap yang membalut ragaku. Ada hampa yang mengisi paru-paruku.
Mama meninggal. Sakitnya tak tertolong..

Ma, do'akan aku dari surgamu. Titip salam untuk Papa, Ma... Aku sayang Mama...

AKu beranjak dari nisan itu. Langit yang kelabu mengingatkan aku pada masa sebulan yang lalu, ketika aku melangkah keluar dari hotel itu. Melangkah tanpa menoleh ke belakang lagi. Dan aku akan melakukan yang sama sekarang...

*

Rumah begitu lengang. Aku masih kuyup, tapi kusempatkan diri melihat Reina. Ia terlelap di sofa kecil di ruang tamu. Wajahnya begitu damai.

Lalu pandanganku mengabur. Air mata itu jatuh, satu demi satu. Bulir demi bulir. Aku berlari ke luar rumah. Kutengadahkan kepala. Membiarkan hujan mencurahi wajahku. Tapi aku tak sanggup mencegah isak ini. Aku jatuh berlutut. Dadaku naik turun.......

Aku
.
.
.
takut......
posted by Reis's at 07.42

0 Comments:

Posting Komentar

<< Home