Dia... Lelakiku
Never mind, you're here anyway. Have some of my cookies, dear?

Rabu, 04 Februari 2009

Act #2





Entah apa yang terjadi. Setengah jam mungkin aku berada di ruangan kecil itu. Kemudian aku disuruh Mama Loren keluar, kembali ke kamar 1012. Di sana, aku disuruh memakai pakaian yang telah disiapkan. Kemudian, Mama Loren sendiri mengantarkan aku ke kamar lain. 2019.

Hatiku berbisik gugup. Mungkinkah?

Di depan pintu 2019, aku kembali memantapkan diriku. Setelah ini, semua akan berakhir. Aku akan pergi dan tak akan kembali. Yang terjadi, biarkan terjadi. Yang berlalu, biarkan berlalu.

*

Seperti kurir yang mengantarkan pesan klien, Mama Loren beranjak setelah aku bertemu dengan sang pembeli.
Pria itu, terlihat sama canggungnya denganku. Pria itu, masih muda. Sekitar 30-an, tebakku.

Bermenit-menit lamanya kami hanya membiarkan diam menjejak di atmosfer. Kesunyian yang terasa lama. Terasa membalut, dan membuat nelangsa.

Bagaimanapun, aku miliknya. Setidaknya untuk beberapa jam ke depan.
"Di mana aku harus memulai..?" desisku, nyaris tak bertenaga. Dia bergeming di kursinya. Aku tahu ia mendengar.

Aku menghampirinya. Berlutut di hadapannya. Menatapnya lekat. Tapi ia malah mengalihkan tatapannya. Menerawang entah ke mana. Detik itu pula, kutangkap lara di sudut matanya. Kutangkap galau yang membayang di sudut bibirnya. Kulihat pula seraut wajah yang lelah, menyimpan semua guratan ketampanannya..

Ia menghela napas. "Duduklah. Mari berbincang.."
Aku tercengang. Apakah ia tidak membeliku untuk cinta sesaat?

"Kamu.. mengingatkan aku pada kekasihku.."
"Karena itulah Bapak memilihku?"
Ia mendengus. "Panggil aku Heri. Dan tidak, aku tidak memilihmu."
Keningku mengernyit. "Lalu.."
"Rekan-rekanku di luar sana, peserta arisan itu yang memilihkan untukku.." Ia betulan tampak gugup dan nelangsa. "Hari ini... aku ultah.."
"Di mana kekasihmu, Her? Bukankah seharusnya kau merayakannya bersama-sama dengannya?"
"Ia.. meninggal setahun lalu.."
posted by Reis's at 06.41

0 Comments:

Posting Komentar

<< Home